Belakangan
ini ramai diperdebatkan tentang pro kontra sosok Kartini sebagai satu-satunya
tokoh sentral emansipasi wanita Indonesia. Hal ini berkaitan dengan terkuatnya
fakta bahwa ternyata Indonesia memiliki begitu banyak tokoh perempuan hebat.
Baik yang berjuang lewat dunia pendidikan, jurnalistik, pemerintahan, politik,
bahkan perjuangan mengangkat senjata melawan penjajah.
Pihak
yang pro terhadap penokohan Kartini beralasan bahwa Kartini layak menjadi
pejuang emansipasi nomor satu di negeri ini karena perjuangannya terdokumentasi
dengan baik. Dokumen berupa ratusan surat – menyurat dengan para sahabatnya di
Belanda mengungkapkan cita-cita persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
Bahkan kumpulan surat Kartini yang dibukukun dengan judul Door Duisternis tot
Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) telah diterbitkan dalam beberapa bahasa
dunia.
Jika
Kartini bisa menjadi sosok fenomenal dan diangkat menjadi Pahlawan Nasional
karena kemahirannya menulis, lalu bagaimana dengan Rohana Kudus? Beliau adalah
jurnalis perempuan pertama Indonesia. Beliau hidup sezaman dengan Kartini,
lebih muda lima tahun dibanding Kartini. Beliau hidup di zaman ketika akses
perempuan untuk mendapat pendidikan sangat dibatasi
Ketika
Kartini asyik mengungkapkan ide-ide perjuangannya lewat surat kepada
JH.Abendanon atau Stella Zeehandelaar, maka Rohana Kudus asyik mengungkapkan
ide-ide perjuangannya lewat surat kabar Sunting Melayu yang dipimpinnya. Jika
Sekolah Kartini berhasil didirikan 11 tahun setelah wafatnya, maka Rehanna
berhasil mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia di tahun 1911 ketika berusia
27 tahun. Sebuah prestasi yang sangat fenomenal.
A.Masa
Kecil Rohana Kudus
Rohana
Kudus dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1884 di Koto Gadang, Kabupaten Agam
Sumatera Barat. Rohana memiliki nama asli Siti Rohana . Ayahnya bernama Mohamad
Rasjad Maharadja Soetan dan ibunya bernama Kiam. Rohana Koedoes adalah kakak
tiri dari Soetan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia yang pertama yang juga
merupakan salah satu founding fathers Indonesia. Rohana adalah mak tuo (bibi)
dari penyair terkenal Chairil Anwar, penyair Pelopor Angkatan 45.
Rohana
juga sepupu H. Agus Salim yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Republik
Indonesia yang pertama dan Menteri Luar Negeri dalam kabinet Sjahrir dan Hatta
(1947-1949). Agus Salim adalah salah satu tokoh pelopor Home Schooling
Indonesia. Agus Salim sangat peduli pada pembentukan watak dan karakter yang
menurutnya tidak didapat dari sekolah formal. Sungguh Rohana memiliki sebuah
kekerabatan dari beberapa nama besar yang senantiasa tertoreh dalam sejarah
politik dan sastra Indonesia. Dari lingkungan relijius dan cendekia seperti
inilah Rohana dilahirkan.
Rohana
adalah salah satu murid home schooling, ia tidak pernah mengenyam pendidikan
formal. Kemampuan baca tulis ia peroleh dari ayahnya, Mohammad Rasjad Maharadja
Soetan seorang pegawai pemerintah Belanda. Mohamad merupakan sosok pencetus
Sekolah Rakyat khusus bagi pribumi di Koto Gadang. Rohana kecil sering
dibawakan majalah-majalah berbahasa Belanda oleh ayahnya. Pada waktu berusia 8
tahun, Rohana mengajarkan baca tulis kepada teman-teman sepermainannya. Ketika
teman-temannya asyik bermain boneka, maka Rohana asyik dengan buku-buku
bacaannya. Kecerdasan Rohana sudah terlihat menonjol sedari kecil.
Meski
tidak pernah mengenyam pendidikan formal, tapi kemampuannya tidak kalah dengan
para siswa sekolahan. Keinginan dan semangat belajarnya yang tinggi menyebabkan
Rohana cepat mengusai materi-materi yang diajarkan oleh ayahnya. Materi
pelajaran tersebut meliputi membaca, menulis, bahasa Arab, bahasa Belanda,
bahasa Melayu, berhitung. Rohana berteman baik dengan istri pejabat Belanda,
atasan ayahnya. Istri pejabat Belanda itu mengajari Rohana materi-materi
keputrian seperti menyulam, menjahit, menenun, merajut, memasak. Dari berteman
baik dengan istri pejabat Belanda itu pula ia banyak membaca majalah terbitan
Belanda yang memuat berbagai hal tentang politik, gaya hidup, dan pendidikan di
Eropa, yang sangat digemari olehnya. Rohana juga intens belajar agama kepada
para alim ulama di surau dan masjid.
Rohana adalah
seorang perempuan yang mempunyai komitmen yang kuat pada pendidikan terutama
untuk kaum perempuan. Pada zamannya Rohana termasuk salah satu dari segelintir
perempuan yang percaya bahwa diskriminasi terhadap perempuan, termasuk
kesempatan untuk mendapat pendidikan adalah tindakan semena-semena dan harus
dilawan. Dengan kecerdasan, keberanian, pengorbanan serta perjuangannya Rohana
melawan ketidakadilan untuk perubahan nasib kaum perempuan.
Perjuangan yang dilakukan oleh
Rohana Kudus bukanlah untuk menentang kodarat sebagai seorang perempuan Namun dengan
bijak Rohana menjelaskan “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan
menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan
kewajibanya. Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan
perlakukan yang lebih baik. Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak
dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi
dengan mempunyai ilmu pengetahuan”. Emansipasi yang
ditawarkan dan dilakukan Rohana tidak menuntut persamaan hak perempuan dengan
laki-laki namun lebih kepada pengukuhan fungsi alamiah perempuan itu sendiri
secara kodratnya. Untuk dapat berfungsi sebagai perempuan sejati sebagaimana
mestinya juga butuh ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk itulah
diperlukannya pendidikan untuk perempuan.
B.
Membangun Mahligai Rumah Tangga
Hobi
dan kegemarannya membaca pada awalnya dianggap aneh oleh lingkungan sekitarnya.
Pada masa itu umumnya anak perempuan tidaklah hobi membaca tetapi hobi memasak.
Rohana tergolong terlambat menikah. Dia menikah di usia 24 tahun, sebuah usia
nikah yang tergolong tua di zamannya. Dia menikah dengan Abdullah Koeddoes di
tahun 1908. Dari nama suaminya inilah Rohana menyematkan nama Koeddoes di
belakang namanya sendiri. Pernikahan dengan keponakan ayahnya ini merupakan
hasil perjodohan dari keluarganya. Abdoellah Koedoes merupakan lelaki yang
berwawasan luas dan dikenal dengan kepiawaiannya menulis untuk surat kabar. Ia
sangat mendukung niat dan keinginan besar Rohana guna memajukan pendidikan kaum
perempuan.
Setelah
menikah, Rohana tetap aktif menyalurkan hobi membaca, menulis, dan mengajar
ilmu-ilmu yang dikuasainya. Para wanita berkumpul dirumahnya untuk belajar
membaca, menulis, berhitung dan ilmu-ilmu kewanitaan seperti menjahit, menenun,
menyulam, merajut. Tidak semua orang menyukai kegiatan Rohana. Pada saat itu
masyarakat memandang perempuan tidak perlu menuntut ilmu terlalu banyak, yang
penting bisa mengurus rumah tangga. Jika perempuan terlalu pintar maka urusan
rumah tangga akan berantakan.
Karena
pandangan yang seperti inilah murid-murid Rohana bukannya bertambah banyak
tetapi malah semakin menyusut. Rohana sedih, niatnya yang mulia tetapi disalah
artikan oleh masyarakat. Akhirnya Rohana memutuskan untuk meninggalkan
Kotogadang dan pindah ke Maninjau kemudian ke Padang Panjang.
C.
Mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia
Saat
di perantauan, hubungan Rohana tidak terputus dengan kampung halamannya. Dia
rajin berkirim surat kepada para mantan muridnya. Dia tetap menyemangati para
muridnya untuk senantiasa rajin menuntut ilmu. Para mantan muridnya sangat
kehilangan sosok guru panutan, mereka meminta Rohana untuk kembali ke Kotogadang.
Akhirnya setelah 3 tahun di tanah rantau, Rohana memutuskan kembali ke kampung
halamannya Kotogadang di tahun 1911.
Semangat
mengajar Rohana berkobar kembali. Dia ingin mewujudkan cita-citanya untuk
membentuk sekolah khusus bagi kaum perempuan. Berbekal semangat yang tinggi dan
tekad membaja, Rohana mengundang dan mengumpulkan 60 tokoh masyarakat Koto gadang,
mempresentasikan cita-cita pendirian sekolah khusus perempuan. Para tokoh
masyarakat tersebut sangat mengagumi visi dan misi sekolahan Rohana. Akhirnya
para tokoh masyarakat menyetujui berdirinya sekolah tersebut. Di tahun 1911
berdirilah Sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS). Materi pelajarannya meliputi
tulis-menulis, budi pekerti, dan ketrampilan lainnya.
Selain
berkiprah di sekolahnya, Rohana juga menjalin kerjasama dengan pemerintah
Belanda karena ia sering memesan peralatan dan kebutuhan jahit-menjahit untuk
kepentingan sekolahnya. Disamping itu juga Rohana menjadi perantara untuk
memasarkan hasil kerajinan muridnya ke Eropa yang memang memenuhi syarat
ekspor. Ini menjadikan sekolah Rohana berbasis industri rumah tangga serta
koperasi simpan pinjam dan jual beli yang anggotanya semua perempuan yang
pertama di Minangkabau.
Banyak petinggi
Belanda yang kagum atas kemampuan dan kiprah Rohana. Selain menghasilkan
berbagai kerajinan, Rohana juga menulis puisi dan artikel serta fasih berbahasa
Belanda. Tutur katanya setara dengan orang yang berpendidikan tinggi,
wawasannya juga luas. Kiprah Rohana menjadi topik pembicaraan di Belanda.
Berita perjuangannya ditulis di surat kabar terkemuka dan disebut sebagai
perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatera Barat.
Kisah sukses
Rohana di sekolah kerajinan Amai Setia tak berlangsung lama pada tanggal 22
Oktober 1916 seorang muridnya yang telah didiknya hingga pintar menjatuhkannya
dari jabatan Direktris dan Peningmeester karena tuduhan penyelewengan
penggunaan keuangan. Rohana harus menghadapi beberapa kali persidangan yang
diadakan di Bukittinggi didampingi suaminya, seorang yang mengerti hukum dan
dukungan seluruh keluarga. Setelah beberapa kali persidangan tuduhan pada
Rohana tidak terbukti, jabatan di sekolah Amai Setia kembali diserahkan
padanya, namun dengan halus ditolaknya karena dia berniat pindah ke Bukittinggi.
D.Mendirikan
Surat Kabar Perempuan Sunting Melayu
Setelah
berdirinya Sekolah Kerajinan Amai Setia bukan berarti perjuangan selesai.
Rohana ingin mewujudkan impiannya yang lain yaitu pendirian surat kabar khusus
perempuan. Kegemaran Rohana membaca buku, menyebabkan dia menyukai dunia
jurnalistik. Rohana sering mengirimkan artikel yang mencerminkan
gagasan-gagasan cemerlangnya. Banyak orang yang mengagumi tulisan Rohana. Tak
terlihat bahwa sebenarnya Rohana tak berpendidikan tinggi. Hobi membaca dan
menulis inilah yang mengantarkan Rohana sebagai jurnalis perempuan pertama di
negeri ini. Rohana akhirnya berhasil mewujudkan impiannya, mendirikan surat
kabar Sunting Melayu pada tanggal 10 Juli 1912.
Sunting
Melayu merupakan surat kabar perempuan pertama di negeri ini, didirikan oleh
Rohana dengan perjuangan yang cukup berarti. Dinamakan surat kabar perempuan
karena pemimpin redaksi, redaktur, penulis, semuanya adalah perempuan. Surat
Kabar ini, terbit atas kerjasama Rohana dengan Dt. St. Maharaja pimpinan surat
kabar Utusan Melayu. Rohana bernegosiasi dengan Dt. St. Maharaja melalui
korepondensi surat menyurat. Rohana meminta agar surat kabar yang dipimpin Dt.
St. Maharaja dapat menyediakan ruangan-rubrik yang membicarakan masalah
perempuan. Sekaligus menawarkan untuk menerbitkan sebuah surat kabar khusus
perempuan.
Komunikasi
surat ini, ditanggapi dengan antusias oleh Dt. St. Maharaja. Beliau mendatangi
Rohana ke Koto Gadang tempat Rohana berkiprah mengembangkan sayapnya. Di
sinilah terjadi kesepakatan anatara Dt. St. Maharaja dengan Rohana untuk
mendirikan surat kabar perempuan Sunting Melayu yang dipmpin langsung oleh
Rohana Kudus.
Di
Sunting Melayu ini, Rohana lebih menampakan perjuangannya sebagai perempuan
yang peduli terhadap kaumnya. Tulisan-tulisannya sangat tajam, cerdas, dan
mencerminkan cita-citanya untuk memajukan kaum perempuan Indonesia. Rohana
berusaha merubah paradigma masyarakat yang memandang perempuan sebagai makhluk
kelas dua yang tak berdaya.
E.
Mendirikan Rohana School dan Beberapa Surat Kabar Lain
Beberapa
waktu kemudian Rohana pindah ke Bukit Tinggi. Disini Rohana mendirikan “Rohana
School”. Berbeda dengan pendirian sekolah sebelumnya yang agak terhambat,
pendirian sekolah yang kedua ini disambut masyarakat dengan antusias. Hal ini
tidak terlepas dari nama besar Rohana yang mulai berkibar di Sumatera Barat.
Masyarakat telah mengenal Rohana lewat tulisan-tulisannya, sehingga masyarakat
pun tidak ragu lagi untuk menyekolahkan putrinya di Rohana School. Ia pun
ditawari menjadi pengajar di sekolah Dharma Putra, yang muridnya tidak hanya
perempuan.
Pada sekolah ini Rohana diberi
kepercayaan mengisi pelajaran keterampilan menyulam dan merenda. Semua guru di
sini adalah lulusan sekolah guru kecuali Rohana yang tidak pernah menempuh
pendidikan formal. Namun Rohana tidak hanya pintar mengajar menjahit dan
menyulam melainkan juga mengajar mata pelajaran agama, budi pekerti, Bahasa
Belanda, politik, sastra, dan teknik menulis jurnalistik.
Selain karena kepopulerannya, tawaran mengajar
ini juga dikarenakan kemampuannya dalam menguasai bidang agama, bahasa Belanda,
politik, sastra, dan jurnalistik serta kepiawaiannya dalam hal kerajinan
tangan.
Rohana
adalah tipe perempuan dinamis, cerdas, menyukai tantangan-tantangan baru. Ia
tidak betah jika harus berdiam di satu tempat dalam jangka waktu yang lama.
Setelah merasa cukup mencari pengalaman di Bukit Tinggi, Ia memutuskan merantau
ke Lubuk Pakam dan Medan. Di sana ia mengajar dan memimpin surat kabar
”Perempuan Bergerak”.
Kemanapun
Rohana merantau, dia tetap ingat kampung halamannya. Akhirnya Rohana memutuskan
pulang dan menetap di Padang. Dunia jurnalistik tidak bisa dipisahkan dari
dirinya. Sewaktu di Padang, dia menjadi redaktur surat kabar ”Radio”. Surat
kabar ini diterbitkan oleh Tionghoa-Melayu. Rohana juga berkontribusi terhadap
surat kabar ”Cahaya Sumatera”.
Berbekal
kemampuan jurnalistiknya, ia turut membantu pergerakan politik dengan
tulisannya. Artikel-artikelnya membakar semangat juang para pemuda untuk
melawan Belanda. Rohana memiliki sumber informasi pergerakan politik yang
banyak, baik dari Sutan Sjahrir maupun H.Agus Salim. Dengan pengetahuan
politiknya, Rohana mengobarkan semangat juang para pemuda untuk segera
membebaskan diri dari penjajahan, untuk segera memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia.
Rohana
juga memelopori berdirinya dapur umum. Dia juga berperan aktif dalam membantu
para gerilyawan. Rohana lah yang mencetuskan ide bernas dalam penyelundupan
senjata dari Koto Gadang ke Bukit Tinggi melalui Ngarai Sianok. Penyelundupan
ini sangat rapi sehingga tidak ketahuan oleh Belanda. Penyelundupan dilakukan
dengan cara menyembunyikan senjata dalam sayuran dan buah-buahan yang kemudian
dibawa ke Payakumbuh dengan kereta api.
F.
Aktifis Masyarakat yang Taat Beragama
Meskipun
aktif di masyarakat, tapi Rohana tetap teguh menjalankan ajaran agama Islam.
Tidak seperti para aktifis emansipasi Barat yang ingin menuntut persamaan kedudukan
laki-laki dan perempuan dalam segala hal, Rohana ingin memajukan pendidikan
wanita tanpa melepaskan kodrat-kodrat kewanitaannya. Emansipasi menurut Rohana
ini bisa kita lihat dari kalimatnya yang bijaksana : “Perputaran zaman tidak
akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan
dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah perempuan
harus mendapat pendidikan dan perlakuan yang lebih baik. Perempuan harus sehat
jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah, yang
kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan.”
Rohana
telah membuka cakrawala masyarakat bahwa perempuan ternyata bisa menjadi
jurnalis handal yang tidak kalah dengan pria. Dialah jurnalis perempuan pertama
Indonesia yang lantang menyuarakan hak-hak perempuan untuk mendapat pendidikan
setara dengan laki-laki. Dialah yang membuktikan bahwa perempuan pun bisa
berjuang mengobarkan semangat juang lewat tulisan. Dia juga yang mampu membuktikan
kepada dunia,bahwa siswa homeschooling tidak kalah dengan siswa sekolah formal.
Sungguh sosok yang sangat luar biasa.
G.
Penghargaan yang Diraih Rohana
Rohana
telah berhasil mewujudkan mimpi-mimpinya. Setelah berjuang sepanjang hidupnya,
Rohana dipanggil ke hadirat Illahi pada tanggal 17 Agustus 1972 di usia 88
tahun.Perjuangannya telah mampu menyadarkan dan memberi inspirasi bagi banyak
orang. Berbagai penghargaan pun diterimanya,yaitu :
1.“Wartawati
Pertama Indonesi” Penghargaan ini diberikan oleh pemerintah Sumatera Barat pada
tanggal 17 Agustus 1974
2.“Perintis
Pers Indonesia” Penghargaan yang diberikan oleh Menteri Penerangan Harmoko
dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional pada tanggal 9 Februari 1987.
3.“Bintang
Jasa Utama” Penghargaan dari pemerintah Republik Indonesia pada tahun 2008.
Meski
telah tiada, tapi sosok Rohana tetap hidup di hati orang-orang yang mencintai
kemajuan wanita. Sang pioner jurnalis telah mewariskan pena tajamnya kepada
para jurnalis muda. Sang pioner jurnalis telah mewariskan pena untuk semakin
diraut tajam.