Jumat, Juni 03, 2011
0

Kerajaan Majapahit adalah nama sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Wijaya pada 1293. Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1350-1389) yang didampingi oleh Patih Gadjah Mada (1331-1364), Kerajaan Majapahit mengalami masa keemasannya.
Setelah Raja Kertanegara gugur dalam peristiwa penyerangan Raja Jayakatwang (Raja Kediri), berakhirlah riwayat Kerajaan Singasari. Raja Kertanegara beserta petinggi kerajaan lainnya tewas dalam penyerangan tersebut. Raden Wijaya (menantu Raja Kertanegara) segera melarikan diri ke Sumenep, Madura, dan mendapat perlindungan dari Arya Wiraraja, penguasa Sumenep. Raja Jayakatwang sangat menghormati Arya Wiraraja sehingga Raden Wijaya diampuni. Setelah mendapat pengampunan dari Raja Jayakatwang, Raden Wijaya beserta pengikutnya diizinkan untuk membabat hutan Tarik (sekarang menjadi Desa Trowulan, Jawa Timur) untuk dijadikan desa. Disinilah kemudian berdiri pusat Kerajaan Majapahit.
Kertarajasa Jayawardhana
Pada 1293 pasukan Kubilai Khan dari Cina datang dengan tujuan untuk menghancurkan Kerajaan Singasari. Mereka tidak mengetahui bahwa Singasari telah hancur. Hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijava untuk membalas dendam kepada Raja Jayakatwang.
Para Penguasa Majapahit

Raden Wijaya : (1309)
Jayanegara : (1309-1328)
Tribhuwanatunggaldewi : (1328-1350)
Hayam Wuruk : (1350-1389)
Wikramawardhana : (1389-1429)
Suhita : (1429-1447)
Kertawijaya : (1447-1451)
Rajasawardhana : (1451-1453)
Bhre Wengker : (1456-1466)
Singhawikramawardhana : (1466-1468)
Kertabhumi : (1468-1478)
Ranawijaya/Girindrawardhana : (1478-?)

Pasukan Raden Wijaya bekerjasama dengan Kubilai Khan yang berjumlah sekitar 20.000 orang. Dalam waktu singkat, Kerajaan Kediri hancur dan Raja Jayakatwang terbunuh. Pasukan Kubilai Khan kembali ke pelabuhan, namun di tengah perjalanan pasukan Raden Wijaya dengan bantuan pasukan Singasari dari Sumatera menyerang pasukan tersebut. Pasukan Kubilai Khan segera pergi dari tanah Jawa dan Raden Wijaya menjadi raja dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.
Wilayah Kekuasaan
Wilayah kekuasaan Majapahit meliputi seluruh Jawa (kecuali tanah Sunda), sebagian besar P. Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, dan Indonesia bagian timur hingga Irian Jaya. Perluasan wilayah ini dicapai berkat politik ekspansi yang dilakukan oleh Patih Mangkubumi Gadjah Mada. Pada masa inilah Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. 

Keruntuhan Majapahit
Sepeninggal Raden Wijaya, Kerajaan Majapahit dilanda beberapa pemberontakan. Pemberontakan tersebut antara lain ialah pemberontakan Ranggalawe, Sora, dan Kuti selama masa pemerintahan Jayanegara (1309-1328), serta pemberontakan Sadeng dan Keta pada masa Tribhuwanatunggadewi (1328-1350). Pemberontakan baru dapat berakhir pada masa kekuasaan Raja Hayam Wuruk (1350-1389). Setelah masa kekuasaan Raja Hayam Wuruk, pamor Kerajaan Majapahit semakin menurun. Pada 1522, Kerajaan Majapahit hancur akibat terjadinya perang saudara. Selain itu, faktor yang juga mempengaruhi runtuhnya Kerajaan Majapahit ialah munculnya Kerajaan Malaka dan berkembangnya kebudayaan Islam.
Ekonomi
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu keping uang tembaga impor dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo. Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut berasal dari era Majapahit.
Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak disebutkan dalam catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin kompleksnya ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem mata uang Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal.Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan dari berbagai data dan prasasti.
Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan sebanyak 78 titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (mandala Jawa).Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi karier, mulai dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang daging. Meskipun banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman sebelumnya, namun proporsi populasi yang mencari pendapatan dan bermata pencarian di luar pertanian semakin meningkat pada era Majapahit.
Menurut catatan Wang Ta-yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.
Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama; lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi. Pada masa jayanya Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi, sebagian dengan dukungan pemerintah. Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah Maluku. Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting bagi Majapahit.
Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik banyak pedagang asing, di antaranya pedagang dari India, Khmer, Siam, dan China. Pajak khusus dikenakan pada orang asing terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain perdagangan internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.

0 komentar:

Posting Komentar